Matematika dan Sebutan Anak Pintar, Pe-label-an yang Harus diluruskan

"Tradisi" masyarakat kita yang kurang mendidik dan sangat mempengaruhi perkembangan psikologi anak adalah  memberikan label pintar pada anak yang memiliki nilai tinggi pada mata pelajaran matematika (eksata pada umumnya) dan label bodoh pada anak yang kurang dalam memperoleh nilai pada mata pelajaran ini.

Meskipun saya seorang guru matematika (yang tentunya senang jika anak didik saya
memperoleh nilai bagus di pelajaran ini) saya kurang setuju dengan pendapat dan tradisi yang menyesatkan tersebut. Terlebih jika ungkapan yang tidak selayaknya tersebut diungkapkan oleh seorang guru, yang tentunya memperoleh mata kuliah psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan sebelum terjun kedunia pendidikan.Sebagai orang tua maupun seorang guru seharusnya kita lebih bijak dengan tidak ikut ikutan memberikan label negatif pada anak kita. Satu hal yang perlu kita fahami adalah setiap anak itu dilahirkan genius, Setiap anak dilahirkan cerdas, dan setiap anak dilahirkan dengan keunikan masing masing. Dengan kata lain, sesungguhnya (dalam kaca mata saya) tidak ada anak yang bodoh didunia ini. 

Sejak dari awal proses kejadiannya, manusia termasuk orang yang unggul/pilihan. Kita bisa menjadi zygot dalam rahim ibu kita setelah mampu memenangkan pertarungan/kompetisi hebat dengan bermiliaran sel sprema lainnya. Kemudian hanya kita yang bisa sampai dan menembus sel telur, hingga kita bisa lahir sebagai manusia. 

Kecenderungan seorang anak untuk mencintai mata pelajaran atau kelompok ilmu pengetahuan tertentu adalah sebuah kewajaran yang harus dihargai. Sebuah kesalahan jika kita membuat pengelompokkan besar mata pelajaran yaitu eksakta dan sosial sebagai pembatas label bodoh dan pintarnya seorang anak. Parahnya lagi jika pengelompokkan itu diikuti dengan hadirnya perasaan bangga dan minder dari orang tua. Sebut saja, orang tua akan bangga jika anaknya memperoleh nilai bagus dibidang eksakta seperti matematika, dan minder anaknya lemah dipelajaran eksakta meskipun nilai pada pelajaran sosialnya sangat bagus. 

Jangan paksakan anak untuk mencintai pelajaran (kelompok pengetahuan) tertentu, sesuatu yang tidak diminatinya.Sebagai orang tua janganlah panik jika anak-anak kita lemah dalam pelajaran tertentu. Karena dalam pandangan psikologi memaksakan anak menguasai pelajaran tertentu yang
mereka tidak memiliki minat terhadapnya dapat membunuh rasa percaya diri anak. 

Sebagai guru dan orang tua kita harus mengarahkan dan memotivasi agar anak bisa senang dan terarah dengan kecenderungan yang dia pilih (mata pelajaran). Beri motivasi pada anak kita untuk selalu bersemangat agar menjadi pribadi yang mampu mewujudkan impian mereka dimasa depan. 

Namun demikian "pembiaran" terhadap ketidaksukaan anak pada salah satu pelajaran tertentu tetap harus diarahkan, jangan sampai menjadi sebuah ketakutan atau kebencian, yang akhirnya berujung pada kegagalan study.
Begitulah, arahkan dan buat matematika itu menyenangkan dimata anak-anak kita. Buat mereka untuk belajar menyukai matematika. salam.....

Artikel Terkait

Previous
Next Post »