Tips Mengajar di Kelas Matematika Bagi Guru Pemula

0
Baru lulus kuliah dan akan mengajar di kelas matematika, selamat! Satu tahap bagi Sahabat untuk mengarungi dan mewarnai hidup. Semoga pilihan menjadi guru matematika adalah panggilan hati, dan jika tidakpun, saya yakin pada akhirnya Sahabat akan mulai menyukai menjadi guru matematika dan mengajak peserta didik untuk belajar menyukai matematika. Dag...dig....dug.....ataupun nervous mungkin banyak dialami oleh sahabat saat pertama kali akan mengajar di kelas matematika. Hmmmmm....jika dibangku kuliah sudah pernah merasakan mengajar saat praktikum, kali ini kelas beneran loooo. Jadi itu hal yang biasa saja. Nah pada posting kali ini saya akan mencoba berbagi pengalaman, tips bagi guru pemula mengajar kelas matematika:

#Mengajar adalah panggilan hati
Sahabat, mungkin ada banyak diantara kita yang mengambil jurusan pendidikan matematika atau guru kelas (bagi guru SD) karena  terpaksa. Mungkin karena permintaan orang tua, daftar kesana-kemari tidak diterima dan akhirnya ‘terdampar’ dijurusan ini, atau terpesona oleh kebijakan Pemerintah saat ini yang memberi perhatian khusus bagi guru lewat sertifikasi.hehehehe..... Apapun alasannya, saat study sudah kita lalui, maka tugas kita sekarang adalah mencerdaskan anak bangsa dengan menjadi guru matematika. Panggilan hati untuk mencerdaskan anak bangsa akan menjadi motivasi yang besar untuk secara serius mengajar di kelas matematika. Panggilan hati inilah yang menjadikan guru matematika menjadi bertanggungjawab dan percaya diri saat mengajar di kelas matematika.

#Persiapan matang
Mempersiapkan diri, baik penampilan, terlebih bahan ajar adalah kewajiban bagi semua guru matematika. Namun, bagi guru matematika pemula hal tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih. Selain karena mengajar matematika adalah pengalaman baru, tradisi berpenampilan saat menjadi mahapeserta didik dengan sebagai guru matematika tentu sangat berbeda. Belum lagi panggilan bapak dan ibu guru di depan nama Sahabat, secara psikologis akan membawa arti yang berbeda, yaitu sebagai figur dan teladan bagi peserta didik, ada tanggung jawab keteladanan yang harus dipikul. Soal materi pelajaran, hmmmm....baru lulus pasti masih anget-angetnya, namun perlu penyesuaian-penyesuaian dengan keadaan kelas yang akan dihadapi.

#Kuasai kelas Matematika
Berangkat dari latar belakang yang tidak sama, membuat karakter peserta didik juga akan berbeda. Petakan (mapping) keadaan peserta didik dengan baik, semua ini dilakukan agar seorang guru tidak salah memberikan perlakukan kepada peserta didik.  Bisa saja, ada peserta didik yang perlu mendapat terapi khusus. Pemetaan ini tidak untuk melakukan diskrimasi kepada peserta didik di kelas, hanya merupakan upaya untuk memahamkan materi pelajaran kepada peserta didik dan strategi pencapaian silabus pembelajaran yang ada. Untuk itu jangan jangan sampai nampak, karena akan menimbulkan kecemburuan dan ketidakadilan yang akan berdampak pada pandangan negative peserta didik kepada guru matematika mereka.

#Hargai jawaban peserta didik
Idealisme tinggi, tuntutan tinggi terhadap kemampuan peserta didik dan disiplin tinggi yang menghinggapi para guru matematika baru, seringnya menimbulkan kesan seram dan menakutkan (baca juga jika guru matematika menyeramkan). Dalam banyak hal, seorang guru baru harus bersabar dan melakukan kompromi antara idealisme yang dimiliki dengan keadaan kelas. Hargai peserta didik dengan tidak serta merta memojokkan, memarahi, berbicara tidak perlu atau sekedar mengerutkan dahi, saat peserta didik salah dalam mengerjakan soal yang Sahabat berikan.

#Beri apresiasi jika peserta didik berprestasi atau mampu menyelesaikan pekerjaan matematikanya
Berikan apresiasi terhadap peserta didik yang mampu menyelesaikan soal-soal matematika. Meminta teman sekelas memberi sekedar tepukan tangan atau hadiah-hadiah kecil lainnya adalah contoh penghargaan atas prestasi peserta didik di kelas. Beri dia perasaan dihargai, karena jika itu yang Sahabat lakukan, maka para peserta didik ini akan menghargai gurunya. Selain itu, apresiasi yang kita berikan pada peserta didik yang berhasil, akan memberikan peserta didik lainnya termotivasi melakukan hal yang sama.

#Pancing partisipasi aktif dari peserta didik
Mengantarkan materi pelajaran matematika itu sangat penting, seorang guru harus menjelaskan dengan baik dan runtut akan materi yang diajarkan sehingga peserta didik bisa memahami konsep dengan benar. Namun, terlalu dominan tanpa memancing partisipasi aktif peserta didik di dalam kelas juga kurang baik. Biarkan peserta didik aktif selama proses pembelajaran, misal dengan membentuk kelompok untuk menyelesaikan soal yang kita berikan. Atau meminta peserta didik untuk maju didepan kelas secara bergantian, mengerjakan soal matematika.

# Tampil menawan di depan kelas matematika

Menawan tidak harus gemerlap dan berlebihan dalam berpakaian, akan tetapi secukupnya dan pastinya jangan norak. Meskipun penampilan tidak menjadi hal pokok, tapi tidak pula bisa diabaikan begitu saja (baca juga : Tips tampil menawan di depan kelas matematika)

Misteri Angka 0: Hasil Bagi bilangan dengan angka Nol

3
Hmmmmm......jika beberapa waktu yang lalu saya pernah memposting kenapa negatif dikalikan negatif hasilnya positif, maka pada kesempatan ini saya akan mencoba mengungkap misteri pembagian bilangan dengan 0 (nol). Bagi yang sudah tahu, tunjuk jarinya nanti saja....hehehehe
Pembagian dengan nol adalah operasi yang jawabannya menjadi ‘misteri’, ga percaya coba saja pake beragam kalkulator, bagaimana hasilnya. Beragam kan? Ada yang muncul tulisan 0 di layar lcd kalkulator angka 0 dengan tambahan huruf E alias error....hehe. Sehingga pembagian dengan angka 0 seringnya dianulir karena jawabannya tidak ada atau sebagian menyebut undefined (tak terdifinisikan) atau bahkan ada yang menyebutnya infinity (tak terhingga) . Apa iya  demikian, mana yang benar? Mari kita lihat logika matematika berikut:

Pertama, Mari kita coba mengaitkan pembagian dengan perkalian. Sebut saja contoh berikut:
6/2=3, karena 2 dikalikan 3 adalah 6
10/2=5, karena 2 dikalikan 5 adalah 10
Karenanya ada rumusan bahwa a=b/c ==> b=a x c atau c = b/a
Lantas bagaimana jika 7/0=x?
Mengikuti rumus/kaidah/aksioma diatas, jika 7/0=x, maka x dikalikan 0 = 7. Sayangnya Tidak ada angka yang bisa menggantikan x, karena berapapun angka jika dikalikan dengan 0 hasilnya sama dengan 0.

Kedua, seringnya  ketika kita membagi satu angka dengan yang lain, kita berharap hasilnya menjadi angka lain (harus berbentuk angka). Lihatlah urutan angka berikut 1/ (1/2), 1/(1/3), 1/(1/4), dst.... Perhatikan bahwa dasar dari pembagian adalah 1/2, 1/3, 1/4, dst..., dan  bahwa mereka akan nol (kan harus berbentuk angka). Jika ada batas untuk urutan ini, kita akan mengambil angka itu dan menyebutnya 1/0, jadi mari kita lihat apakah ada.
Nah, ternyata urutan,1,2,3,4 dst ..., mendekati tak terhingga. Karena tak terhingga bukan angka sebenarnya, maka kita tidak memberikan nilai apapun untuk 1/0.  Sehingga hanya bisa dikatakan tidak terdefinisi.


Ketiga, Tapi jika kita berpikir untuk menyebutkan bahwa 1/0 = tak terhingga. Nah, apanya yang  "tak terhingga"? Bagaimana jika itu kita coba  pada persamaan lainnya?
Sebut saja andai : tak terhingga - tak terhingga = 0; dan 1 + tak terhingga = tak terhingga, maka:
1 + (tak terhingga - tak terhingga) = 1 + 0 = 1, tapi (1 + tak terhingga) - tak terhingga = tak terhingga - tak terhingga = 0. Beda kan, yang satu hasilnya 1 dan yang lainnya hasilnya 0.

Nah..nah, dalam hal ini, maka  aturan asosiatif tidak bekerja, karena dalam sifat asosiatif penjumlahan (a + b) + c = a + (b + c) 

KeempatJika kita punya mangga 20 buah kemudian akan dibagi habis kepada 2 kelompok anak, maka tiap kelompok akan mendapatkan 10 buah mangga, artinya 20/2 = 10
Jika 7/0 =? Bagaimana kita  bisa membagi 7 buah mangga dalam 0 kelompok anak.
Tidak peduli berapa banyak anak dalam kelompok nol yang kita miliki, karena mereka tidak pernah akan menambahkan hingga tujuh, karena  0 + 0 + 0 + 0 + 0 +0+0= 0. Anda bahkan dapat memiliki satu juta kelompok nol anak, dan tetap saja 0. Jadi, itu tidak masuk akal untuk membagi dengan nol karena tidak ada jawaban yang baik.


Setiap kali saya mencoba untuk membagi angka dengan 0 di excel , saya mendapatkan error. Atau coba praktekkan saja perhitungan ini di excel Anda:
       1/1
       1 / 0,1
       1 / 0,01
       1 / 0,001
       1 / 0,0001
       1 / 0,00001
       dll ...apa hasilnya....the formula you typed contains an error...begitu kurang lebih balasan excel. So, apapun sebutan Anda terhadap 1/0, bagi saya tidak ada jawabannya...hehehehe.....karena hampir pasti saya tidak akan membagi 1 dengan 0. Hehehehehe.....lagi.


Baca juga :
Logika negatif dikalikan negatif sama dengan positif

Cara Mengajar Matematika yang Baik

0

Saya punya sebuah ilustrasi tentang persepsi yang keliru tentang matematika. Suatu ketika dalam pertemuan, rasanya sulit -atau bahkan tidak mungkin- ada salah satu dari anggota pertemuan itu yang berani dengan bangga mengatakan “saya buta huruf”, tentu ini pengakuan yang konyol dan akan membuat malu besar (meski saya yakin tidak ada peserta pertemuan lainnya yang menertawakan). Sangat berbeda, jika salah seorang yang sukses dalam pertemuan itu mengatakan, “saya tidak bisa pelajaran matematika saat sekolah”, peserta akan memaklumi dan itu menjadi hal biasa. Ya...., orang lebih berani mengakui ketidakbisaannya soal matematika, ini terjadi karena kita seringnya berpikir bahwa matematika sebagai bakat yang dibawa sejak lahir, seolah-olah kemampuan matematika merupakan gen bawaan, hanya keberuntungan saja yang menjadikan kita, apakah mewarisi atau tidak, sehingga ketidakmahiran pada pelajaran matematika tidak dianggap sebagai sebuah aib.

Ilustrasi diatas seolah memberikan justifikasi bahwa kemampuan belajar matematika adalah sesuatu yang tidak bisa dipelajari, tidak bisa dibiasakan dan tidak bisa diupayakan. Hal tersebut seolah pula memberikan kesimpulan bahwa seorang guru matematika tak perlu bekerja keras membuat peserta didik mahir belajar matematika atau bahkan menyukai matematika. Apa artinya semua upaya guru tersebut, jika kemampuan belajar matematika lebih pada faktor genetic ketimbang kemampuan yang bisa diasah melalui proses pembelajaran. TENTUNYA TIDAK DEMIKIAN KAN ??


Kehadiran guru matematika di kelas matematika sangat membantu untuk menanggulangi pemikiran yang seperti ini.

Dalam mengajar di kelas matematika kita seringnya membuat sebuah pemetaan tentang kemampuan peserta didik pada pelajaran matematika. Yaitu: peserta didik yang lambat, rata-rata, dan yang jagoan matematika. Memang harus diakui matematika lebih mudah hanya untuk beberapa peserta didik di kelas daripada yang lainnya. Ini tugas seorang guru agar kita meningkatkan metode mengajar matematika yang kita gunakan sehingga setiap peserta didik dapat mengembangkan kemampuan matematikanya. Bagi peserta didik, seringnya matematika tampak menjadi momok yang besar. Ada suatu anggapan dalam diri peserta didik, apabila ia pintar belajar matematika, maka merasa mereka pintar dalam segala hal. Dalam arti bahwa , matematika bisa menjadi alat yang ampuh untuk mempromosikan keadilan social. Meskipun sebenarnya secara potensi, setiap peserta didik dapat belajar matematika dengan baik. 

Lantas seorang guru matematika harus bagaimana?

Guru matematika seringnya gagal menerapkan cara yang benar pada pembelajaran matematika. Kenyamanan –hanya- mengadopsi rumus (terima jadi), menjadikan seorang guru cenderung malas mengajarkan kepada peserta didik tentang fakta-fakta yang membentuk rumus tersebut. Sebut saja, ketika seorang guru mengajarkan rumus luas segitiga = ½ x a x t, guru seringnya malas menjelaskan fakta, karena segitiga adalah separuh dari segi empat, sehingga luas segitiga = ½ p x l (p=alas pada segitiga dan l=tinggi pada segitiga). Ketika peserta didik –hanya-menghafal rumus jadi tersebut , maka ia terjatuh pada model penghafalan saja, yang sifatnya bisa sangat sementara.  Peserta didik yang harus berjuang dalam matematika biasanya memiliki kesulitan mengingat rumus-rumus matematika, penanganan masalah kalimat matematika dan melakukan multi-langkah aritmatika. Ini terjadi karena pembiasaan guru matematika yang hanya mengajarkan rumus terima jadi, tanpa memberi pencerahan tentang fakta-fakta/cara ‘lahirnya’ rumus tersebut. Riset menunjukkan bahwa peserta didik yang diberi masalah untuk memecahkan sendiri - sebelum instruksi dari guru - mengungguli siswa yang diberi pembelajaran ‘terima jadi’.  Seorang guru harus berupaya menjauh dari belajar model hafalan untuk mencoba memberi pemahaman kepada peserta didik agar memahami matematika lebih mendalam, dan bukan rumus saja.


Tidak ada salahnya seorang guru mencoba pembelajaran "berdasarkan penemuan"  atau "berbasis masalah". Pancing peserta didik untuk menemukan masalah, menyelesaikannya, sebelum seorang guru mengajarkan rumus matematika. Sebagai contoh, bilangan bulat positif dan negatif, yang membingungkan banyak peserta didik. Mengingat pertanyaan yang tampaknya sederhana seperti, "berapakah -10 + 5?", banyak akan berakhir menebak. Salah satu cara untuk memecahnya, seorang guru bisa berkata: "Bayangkan kamu sedang bermain kelereng, kamu kehilangan sepuluh kelereng dan memperoleh lima kelereng”. Bentuk kelas yang rileks, santai (tapi serius), dan menyenangkan, karena ini akan efektif membawa peserta didik enjoy dan tidak ‘takut’.

Jika seorang guru melakukan pendekatan ini dalam mengajar, hampir bisa dijamin bahwa setiap peserta didik akan mengalami kesuksesan. Pada gilirannya, kecemasan matematika peserta didik berkurang. Ketika mereka tumbuh lebih percaya diri, mereka tumbuh bersemangat, dan mereka mulai meminta tantangan sulit. 

So, guru memiliki peran penting dalam membawa peserta didik untuk belajar menyukai matematika.

Salam



6 Tips Membeli Buku Matematika Secara Online

0
Sahabat Belajar Menyukai Matematika, buku atau bahan ajar menjadi hal penting bagi guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran matematika. Buku menjadi sumber referensi/rujukan bagi guru disamping pengetahuan yang telah dimiliki dan diperoleh dari bangku kuliah. Bagi peserta didik, buku menjadi referensi untuk menambah keragaman, bisa materi ataupun soal-soal matematika. 

Dunia yang serba online saat ini menjadikan segala informasi dapat diperoleh dengan cepat dan tersaji sangat banyaknya pula. Banyak orang memanfaatkan media online, dari share pengetahuan dan pengalaman, rujukan mencari bahan pembelajaran dan lainnya. Dalam dunia yang serba online, semua informasi dapat dengan mudah diperoleh, cukup typing di search engine seperti google yang sudah sangat terkenal, kita sudah bisa mendapatkan apa yang kita inginkan. Nah, begitu pula, saat membutuhkan buku sebagai referensi bahan ajar, sekarang juga sudah banyak terdapat toko buku online atau jual beli buku online. 
Hanya dengan cukup di rumah atau dimanapun kita berada, dengan memegang perangkat yang bisa tersambung ke internet kita bisa memesan. Namun, tidak bertemunya antara penjual dan pembeli dalam transaksi online sebagaimana jual beli konvensional, maka tidak ada salahnya kita berhati-hati agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Untuk itu pada kesempatan ini saya akan share tips membeli buku matematika secara online sebagai berikut :

Pertama, pilih toko buku online yang sudah terkenal. Dengan tidak mengurangi rasa hormat bagi Sahabat yang sedang melakukan bisnis online menjual buku matematika, dengan memilih toko buku online yang sudah memiliki brand baik dan terkenal, maka setidaknya bisa meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kiriman lambat atau bahkan tidak datang, barang tidak sesuai dengan keinginan kita dan hal-hal lainnya yang tentu tidak diinginkan. Tidak ada salahnya Sahabat searching dulu diinternet mencari toko buku online yang bagus yang memiliki kredibilitas baik sebelum memutuskan untuk membeli.

Kedua, pastikan dulu judul buku, pengarang dan penerbit. Ini menjadi penting karena buku yang akan dibeli harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan kita untuk menunjang proses pembelajaran matematika. Pastikan buku yang akan dibeli sesuai dengan silabus pembelajaran matematika. Selain itu, setiap pengarang tentu memiliki kekhasan dan kualifikasi yang berbeda, sehingga pengarang juga perlu menjadi bahan pertimbangan yang tidak bisa diabaikan juga, begitu pula penerbit.

Ketiga, sebelum memutuskan membeli baca dengan cermat kebijakan, privasi serta tata cara belanja yang diterapkan pada situs jual beli buku online tersebut, yang sangat mungkin tiap toko buku online berbeda. Hal ini untuk memudahkan prosedur pembelian, juga untuk menghindari kesalahan prosedur pembelian yang berakibat pada tidak terkirimnya buku yang kita pesan. 

Keempat, disamping melakukan sebagaimana tips ketiga, sebelum membeli pastikan dulu bahwa buku pelajaran matematika yang ditawarkan dalam situs jual beli buku online tersebut memang benar-benar ada (ready stock). Jangan sampai transaksi sudah kita lakukan, uang juga sudah dikirim, namun pada akhirnya buku tersebut tidak segera sampai ke tangan kita karena ternyata stock tidak ada. Parahnya, ketika kita tidak membaca dengan cermat kebijakan privasi situs jual beli online tersebut, maka uang yang sudah kita setor tidak bisa ditarik kembali. Kenapa, karena ada kebijkan pada situs jual beli buku online tersebut, bahwa uang refund dijadikan deposit pada toko buku yang bersangkutan yang tidak bisa diuangkan, namun hanya bisa diwujudkan dalam bentuk pembelian buku di toko tersebut. Hmmmmm..penginnya dapat buku matematika, tapi tidak dapat bukunya plus uang tidak bisa di tarik, susah kan...??? hehehe...

Kelima, jika transaksi sudak ok dan buku sudah dikirim tidak ada salahnya Sahabat memantau posisi pengiriman buku matematika yang dipesan. Biasanya toko buku online memiliki layanan nomor yang selalu bisa dihubungi untuk mengkonfirmasi posisi buku matematika yang kita pesan. Tak jarang juga beberapa toko buku online menyediakan jasa pengiriman yang secara real time melaporkan posisi pengiriman secara online pula.

Keenam, jika buku sudah ditangan, kembalikan fungsi buku sebagaimana niat awal membeli, yaitu sebagai bahan referensi belajar matematika. Tentunya buku jangan hanya dijadikan bahan pajangan atau koleksi yang tidak pernah tersentuh. Setuju kan Sahabat.....?? hehehe....

Demikian Sahabat tips hari ini....
Semoga membuat kita semakin Belajar Menyukai Matematika
Salam

Jika Guru Les Privat Juga Guru Kelas

0
Sahabat Belajar Menyukai Matematika, sudah lama tidak menulis dan tidak menyapa. Bukan karena apa-apa, karena sibuk melanjutkan study, maka ada gangguan teknis, hampir saja lupa dengan email dan password. Hehehehe...untung saja, paman Google sangat baik hati dan sangat membantu, akhirnya saya dapat menjumpai pembaca kembali. Janji deh, setelah ini penulis akan berupaya meluangkan waktu berbagai pengalaman agar anak-anak kita tetap belajar menyukai matematika.

Langsung saja Sahabat, suatu ketika saat datang dari sekolah, putri tunggal saya nampak cemberut. Sesuatu yang tidak biasanya dia lakukan, karean biasanya dia selalu cerita dengan semangat dan ceria tentang apa-apa yang diperoleh dan dialami di sekolahnya. Hmmmm.....pasti ada something wrong, dan dengan sedikit bekal ilmu psikologi yang saya punya, saya dekati dengan hati-hati si kecil. Omong punya omong Sahabat, ternyata si dia sedang 'marah'. Dengan bahasa anaknya dia mengeluhkan atas peristiwa yang dialaminya di kelas. Pingin tahu kenapa? Hmmm...ternyata, dia yang selama ini dapat nilai seratus di kelas, hari ini saat ulangan dia hanya dapat nilai 99,3 pada pelajaran matematikanya. Bukan hanya itu,  dia yang selama ini selalu selesai dengan cepat saat mengerjakan soal, tiba-tiba beberapa orang temannya dapat mengerjakan soal ulangan dengan lebih cepat darinya dan dapat nilai diatasnya pula (seratus).

Atas kejadian ini, jiwa detektif si kecil muncul, dan katanya (berdasarkan hasil interview dan penyelidikan ke teman-teman sekelas) anak yang lebih cepat mengerjakan ulangan dan dapat nilai seratus itu karena les pada guru yang kebetulan pula sebagai guru kelasnya. Payahnya (masih kata si kecil), ada salah satu teman yang ikut les pada guru tersebut nyeletuk bahwa soal ulangannya sama persis dengan soal yang berikan pada saat les dan sudah dikerjakan.Saya baru paham, ternyata perilaku murungnya si kecil disebabkan oleh perilaku guru kelasnya yang tidak sportif dengan "membocorkan" soal ulangan kepada peserta lesnya.

Cerita diatas  merupakan kejadian yang benar-benar saya alami. Atas peristiwa tersebut, maka ada satu kekhawatiran besar dalam diri saya (bukan persoalan nilai ulangan ), yaitu jika kejadian tersebut berjalan terus dan berulang-ulang, maka akan berdampak pada menurunnya motivasi belajar anak (saya). Kejadian tersebut juga merupakan pembelajaran yang tidak baik bagi anak, khususnya pembelajaran sportifitas, kejujuran dan tanggungjawab.

Sahabat, tidak ada salahnya guru kelas menjadi guru privat, namun agar tidak terjadi hal-hal sebagaimana yang saya tuliskan diatas, tidak ada salahnya jika Sahabat sekarang berada pada posisi tersebut (guru kelas dan guru privat) untuk memperhatikan tips berikut dari saya:

Pertama, bagaimanapun mengajar di kelas adalah kewajiban utama bagi seorang guru. Oleh karena itu sudah seharusnya guru lebih memperhatikan dan memprioritaskan proses pembelajaran di kelas ketimbang pada saat menjadi guru les di rumah. Jangan sampai karena sudah merasa cukup memberikan materi pelajaran (khususnya pada tulisan ini adalah pelajaran matematika) di tempat les, maka di kelas materi pelajaran matematika tidak diajarkan atau dikurangi penyajian materinya. Ingat, bahwa tidak semua anak di kelas mengikuti les di rumah guru.

Kedua,  dalam banyak hal, les seringnya menjadi tempat bagi anak untuk menyelesaikan soal-soal matematika yang semestinya diselesaikan di kelas. Pada keadaan yang demikian, pada saat menyelesaikan soal tersebut, eorang guru les seharusnya lebih banyak memberikan pemahaman, metode dan cara menyelesaikan soal, bukan mengerjakan soal.

Ketiga, les sebenarnya merupakan tempat mencari referensi bagi anak, untuk menambah pemahaman materi pelajaran di sekolah. Sehingga seorang guru les yang juga guru kelas, sudah seharusnya memperbanyak referensi soal-soal untuk satu pokok bahasan/tema/bab. Keterbatasan referensi soal membuat guru les mengambil keputusan membahas soal-soal yang semestinya disajikan di depan kelas esok harinya. 

Keempat, dimanapun seorang guru adalah figur yang patut dicontoh, sehingga sportifitas harus tetap dijunjung tinggi. Hindari menggunakan soal yang dipakai pada saat les dengan soal saat ulangan di kelas. Dalam banyak kejadian, kredibilitas guru les seringnya memang diukur dengan prestasi anak di kelas. Itu sesuatu yang lumrah, karena semakin "sukses" anak yang les di rumah guru, maka akan mampu menjadi magnet bagi anak yang lain ikut les. Tentunya hal demikian akan berimbas pada rupiah yang akan diperoleh guru.Akan tetapi, kredibilitas tersebut seharusnya tetap diperoleh dengan cara yang sportif. Kasihan anak-anak yang tidak ikut les pada guru kelas semacam ini, si anak ini harus belajar keras menghadapi ulangan, sementara anak yang ikut les bisa santai karena soal ulangan sudah ditengan lebih dulu, bahkan sudah dibahas jawabannya saat les.

Semoga tips diatas  menjadikan anak-anak kita semakin belajar menyukai matematika.

Sekian dulu Sahabat,
Salam